Doksing Ancam Kebebasan Pers, Faisal : Harus Di Perangi Bersama
Doksing Ancam Kebebasan Pers, Faisal : Harus Di Perangi Bersama

Samarinda - Salah satu bentuk ancaman digital yang belakangan ini marak adalah doksing, praktik menyebarkan informasi pribadi seseorang tanpa izin dengan tujuan mendiskreditkan atau mengintimidasi. Serangan ini tidak hanya merusak reputasi jurnalis, tetapi juga mengancam keselamatan fisik dan mental mereka.

Di tengah medan tugas yang menuntut keberanian dan ketajaman analisis, para jurnalis kini juga harus waspada terhadap kejahatan digital yang kian terorganisir.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kaltim, H. Muhammad Faisal Dalam Dialog Publika TVRI Kalimantan Timur bertema "Ancaman Siber, Bungkam Kebebasan Pers?" Selasa (27/5/2025), memberikan gambaran tentang kondisi kebebasan pers di Provinsi Kaltim.

Img 20250528 080259

“Lima tahun terakhir, kita selalu berada di tiga besar nasional dalam Indeks Kemerdekaan Pers. Bahkan, dua tahun berturut-turut (2022 - 2023) Kaltim menempati peringkat satu nasional,” ujar Faisal.

Menurutnya, capaian ini bukan semata-mata hasil kerja pemerintah, tetapi buah dari kolaborasi seluruh masyarakat dan stakeholder media di Kaltim.

Faisal menegaskan bahwa meski masih ada “riak-riak” kecil dalam dinamika pers, secara umum Kaltim berada dalam kondisi yang kondusif dan terbuka terhadap kritik. 

"Kalau ada sedikit reaksi, itu lumrah. Tapi mari kita hadapi bersama, bukan dengan amarah atau ketersinggungan berlebihan.

Kita juga gak boleh tipis kuping," ujar mantan kabag humas Pemkot Samarinda tersebut.

Menanggapi maraknya doksing, Faisal menyampaikan sikap tegasnya.

"Terkait doksing ya saya juga mengutuk perilaku seperti itu juga, itu juga tidak baik. Ya memang harus kita perangi bersama-sama perilaku doksing seperti itu bukan berarti kita diam atau menyerah kan?. Saya akan selalu ikut bersama dengan kawan-kawan (jurnalis),"ucapnya.

Ia pun mengingatkan pentingnya menjaga data pribadi, dimulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat.

Membiarkan kekerasan digital terhadap jurnalis sama saja dengan merusak ekosistem demokrasi yang sehat. Ketika pers dibungkam, publik kehilangan akses terhadap informasi objektif yang menjadi dasar pengambilan keputusan. 

Karena itulah, diperlukan langkah konkret, bukan hanya dalam bentuk penegakan hukum terhadap pelaku, tetapi juga edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya etika digital dan penghormatan terhadap profesi jurnalis.

Untuk itu Faisal mengajak insan pers untuk terus menjalankan tugas dengan penuh semangat dan integritas. “Kaltim masih membutuhkan jurnalis-jurnalis yang independen, kredibel, dan bisa bersama-sama membangun daerah ini. Mari kita terus bersemangat, jangan menyerah pada tekanan,”ajaknya.

Ke depan, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pers menjadi kunci untuk menghadapi ancaman digital terhadap kebebasan pers. Literasi digital harus ditingkatkan, regulasi perlindungan data diperkuat, dan penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan digital harus ditegakkan tanpa kompromi.(rey/pt)