Eskalasi Kejahatan Siber Berbasis AI di Kaltim: Tantangan Baru di Era Digital
Eskalasi Kejahatan Siber Berbasis AI di Kaltim: Tantangan Baru di Era Digital

Samarinda – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang begitu cepat membawa dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Di satu sisi menghadirkan kemudahan, namun di sisi lain memberi ruang bagi munculnya modus kejahatan baru berbasis teknologi. 

Program Dialog Publika TVRI Kalimantan Timur bertema “Eskalasi Kejahatan Cyber Berbasis AI di Kaltim” di Studio 2 TVRI Kaltim, Jalan Eri Suparjan, Rabu (26/11/2025). Menghadirkan tiga narasumber diantaranya, Panit Subdit 5 Siber Ditreskrimsus Polda Kaltim Ipda Ibrahim, Penelaah Teknis Kebijakan Diskominfo Kaltim Dafa Ezra Hafasy, Pengamat IT Unmul sekaligus Koordinator Bidang Keamanan Informasi Dewan TIK Kaltim Hario Jati Setyadi.

Img 7077

Ketiganya memberikan pandangan komprehensif mengenai kondisi keamanan digital di Kalimantan Timur, termasuk potensi ancaman AI yang semakin berkembang.

Mengenai tren peningkatan kejahatan siber berbasis AI di Kaltim, Ipda Ibrahim menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada laporan resmi yang secara spesifik terkait kejahatan AI di wilayah hukum Polda Kaltim.

Img 7043

“Untuk tren kejahatan cyber berbasis AI, laporan kepada kami itu belum ada. Namun, untuk kasus lainnya seperti penipuan online dan illegal access tetap terjadi,” ujarnya.

Ia mencontohkan kasus phising melalui akun Instagram yang pernah diungkap, di mana pelaku mengirim direct message untuk menawarkan verifikasi akun gratis sebagai jebakan bagi korban. Selain itu, marak pula kasus ‘segitiga kendaraan’, yakni modus penipuan online yang memanfaatkan transaksi kendaraan sebagai umpan.

Meskipun belum ada laporan kasus AI, menurutnya bukan berarti Kaltim sepenuhnya aman, melainkan masyarakat perlu tetap waspada terhadap potensi ancaman teknologi yang berkembang cepat.

Sementara itu Diskominfo Kaltim: Kasus Ada, Tapi Banyak Korban Enggan Melapor

Menanggapi pertanyaan apakah kondisi “aman” tersebut karena tidak ada kasus atau karena kasus belum terlaporkan, Dafa Ezra Hafasy selaku Penelaah Teknis Kebijakan dari Diskominfo Kaltim menegaskan bahwa kejahatan siber sebenarnya sudah terjadi, hanya saja banyak korban memilih diam.

Img 7102

“Masyarakat sering enggan melapor karena gengsi, malu, merasa tertipu, dan merasa jatuh harga dirinya,” jelas Dafa (sapaan akrab).

Karena itu, Diskominfo selalu mendorong masyarakat untuk segera melapor apabila menjadi korban phising, hacking, pencurian data, atau ancaman digital berbasis AI.

Ia juga memaparkan kondisi digital Indonesia yang semakin rawan seiring tingginya penggunaan internet dan media sosial.

“Dari total populasi, ada 229 juta pengguna internet dan 189 juta pengguna aktif media sosial. Semakin banyak pengguna, semakin besar pula peluang kejahatan mengikuti perkembangan zaman,” ucapnya.

Sejauh ini, Diskominfo Kaltim rutin melakukan edukasi keamanan digital dari tingkat SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, hingga masyarakat umum. Edukasi ini meliputi keamanan data, literasi digital, pencegahan hoaks, hingga pelatihan terkait AI.

Namun, untuk pemetaan edukasi khusus kejahatan AI, Dafa mengaku masih dalam tahap awal, meski sebagian besar kabupaten/kota sudah tersentuh kecuali Kutai Barat dan Mahakam Ulu.

Senada Pengamat IT Unmul, Hario Jati Setyadi, menambahkan bahwa menurut data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan siber di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan, terutama di sektor pemerintahan.

“Landscape serangan cyber 2025 sampai Oktober, paling besar terjadi di sektor pemerintahan,” ungkapnya.

Img 7059

Hario menjelaskan bahwa penggunaan gadget yang jumlahnya bahkan lebih tinggi dari populasi manusia menjadi celah besar terjadinya serangan.

Menurutnya, ancaman terbesar saat ini bukan hanya dari teknologi AI yang semakin canggih, tetapi dari kombinasi antara AI dan rekayasa sosial (social engineering).

Selain itu, AI kini dapat digunakan untuk membuat deepfake berupa gambar atau video tidak senonoh dengan menempelkan wajah seseorang praktik yang semakin meresahkan. (rey/pt)