Forum Konsultasi Publik Tentukan Arah Pembangunan Hijau Kaltim

BALIKPAPAN – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengadakan Forum Konsultasi Publik (FKP) secara serentak di empat lokasi, yaitu Balikpapan, Kutai Barat, Berau, dan Kutai Kartanegara, pada tanggal 26 dan 28 Agustus 2025. Forum ini diadakan untuk menyelesaikan dua dokumen kunci dalam Program Penurunan Emisi Karbon Kalimantan Timur (EK-JERP): Benefit Sharing Plan (BSP) dan Indigenous Peoples Plan (IPP).

Kegiatan yang dilaksanakan secara serentak di empat klaster ini bertujuan menjangkau masukan langsung dari masyarakat di tingkat tapak. Melalui forum ini, para pemangku kepentingan seperti pemerintah desa dan masyarakat dapat menyampaikan aspirasi mereka.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kaltim, Sri Wahyuni, menekankan pentingnya forum ini dalam memastikan partisipasi aktif masyarakat.

580a7f6a 47fc 4422 8295 6cc1a6c063ab

“Kami ingin memastikan bahwa pembangunan di Kalimantan Timur berlangsung secara inklusif dan transparan,” ujarnya saat memberikan Berbagai pada Forum Konsultasi Publik, belum lama ini.

Ia menambahkan bahwa forum ini adalah langkah konkret untuk menjamin keadilan, perlindungan hukum, dan partisipasi nyata masyarakat, terutama masyarakat adat dan kelompok rentan.

Sri Wahyuni ​​menjelaskan, revisi dokumen ini adalah bagian dari persiapan penutupan Program FCPF–Carbon Fund (FCPF–CF) pada 31 Desember 2025. Dokumen-dokumen tersebut disusun untuk menjamin pembagian manfaat yang adil dan akuntabel, serta memastikan pengakuan dan pemberdayaan masyarakat adat dalam skema REDD+ (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan).

083bbb17 Bbaa 40fa 9a86 05913ecbd54d

Menurutnya, manfaat pendahuluan (pembayaran di muka) dari program ini sudah dirasakan langsung oleh masyarakat. Sejak tahun 2023 hingga 2024, setidaknya 441 desa dan 150 kelompok masyarakat, termasuk perempuan dan komunitas adat, telah menerima manfaat tersebut.

“Di Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan Paser saja, ada 84 desa yang telah merasakan manfaatnya. Ini bukti bahwa mekanisme yang kita susun benar-benar menyentuh masyarakat,” kata Sri.

Sri Wahyuni ​​menekankan bahwa dokumen BSP dan IPP adalah   dokumen kehidupan yang akan terus disempurnakan berdasarkan masukan masyarakat.

9d91591b Ebae 4199 A31b C4cd90720958

“Proses ini bukan sekedar prosedural, melainkan landasan dari prinsip keadilan sosial dan pengakuan hak adat dalam REDD+,” tegas Sri Wahyuni.

Forum konsultasi tingkat provinsi berikutnya diadakan pada minggu kedua September 2025, yang akan menjadi forum konsolidasi akhir sebelum dokumen disetujui dan diserahkan kepada mitra pendanaan, yaitu Bank Dunia (Bank Dunia).

Pemerintah Provinsi Kaltim juga berharap agar Bank Dunia segera menuntaskan pembayaran berbasis hasil sebesar USD 80,1 juta sebelum program berakhir. Ini merupakan bagian dari komitmen dan keadilan bagi Kaltim yang telah menjalankan program secara optimal.

Di akhir forum, Pemprov Kaltim mengajak seluruh pihak untuk mulai berpikir ke depan setelah berakhirnya program FCPF–CF, salah satunya adalah pengembangan mekanisme perdagangan karbon. Pengalaman dan kesiapan dokumen yang sudah dimiliki Kaltim menjadi modal penting untuk peluang ini.

“Ini bukan hanya tentang menurunkan emisi, tapi tentang menjaga hutan untuk generasi mendatang dan menunjukkan kepada dunia bahwa pembangunan hijau bisa dimulai dari Kalimantan Timur,” tutup Sri Wahyuni. (*/Prb/ty).