Jakarta – Komisi Informasi (KI) Pusat menemukan sebanyak 160 Badan Publik (BP), atau sekitar 44 persen dari 363 BP yang dimonitor dan dievaluasi pada 2024, masuk dalam kategori "kurang informatif" dan "tidak informatif". Badan-badan publik ini akan dilaporkan kepada Presiden Republik Indonesia dan DPR RI.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua KI Pusat, Donny Yoesgiantoro, pada acara pemberian Anugerah Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2024 di Ballroom Hotel Movenpick, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2024).
“Berdasarkan hasil evaluasi ini, terlihat bahwa kesadaran terhadap Keterbukaan Informasi Publik belum merata di semua BP. Padahal, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sudah lebih dari satu dasawarsa diterapkan,” tegas Donny.
Donny menegaskan bahwa KI Pusat berkewajiban melaporkan hasil monitoring dan evaluasi ini kepada Presiden dan DPR RI sesuai amanat UU KIP. Meski demikian, ia memberikan apresiasi kepada BP yang telah meraih predikat "Informatif", yang meningkat dari 139 BP pada 2023 menjadi 162 BP pada 2024.
"Saya mengapresiasi BP yang telah berkomitmen untuk mewujudkan transparansi informasi. Semoga BP yang Informatif ini dapat menjadi contoh bagi BP lainnya untuk meningkatkan pelayanan informasi kepada masyarakat," ujar Donny.
Sementara itu, Penanggungjawab Monev KI Pusat, Handoko Agung Saputro, menjelaskan bahwa BP yang dinilai "kurang" dan "tidak informatif" disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, kurangnya komitmen dari pimpinan BP terhadap implementasi Keterbukaan Informasi, yang tercermin dari ketidakhadiran BP dalam mengisi atau menjawab kuesioner monev (SAQ/Self Assessment Questionnaire).
"Padahal, BP yang terdaftar seharusnya mengikuti tahapan monev 2024," ungkap Handoko.
Faktor kedua, lanjut Handoko, adalah lemahnya tata kelola kelembagaan dalam layanan Keterbukaan Informasi oleh PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) BP. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban BP yang terkesan asal-asalan dalam mengisi SAQ.
Handoko, yang juga menjabat sebagai Komisioner Bidang Kelembagaan KI Pusat, mengungkapkan bahwa BP yang dinilai "kurang" dan "tidak informatif" sebagian besar berasal dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dengan jumlah 102 PTN (68 persen), diikuti oleh 22 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (33 persen), 20 Lembaga Non-Struktural (6 persen), dan 7 Lembaga Negara & Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (17 persen), serta 6 Pemerintah Provinsi dan 3 Partai Politik, masing-masing mencatatkan 17 persen dan 33 persen.
Sebaliknya, BP yang masuk kategori "Informatif" berjumlah 162, terdiri dari 35 PTN (23 persen), 36 BUMN (55 persen), 8 Lembaga Non-Struktural (26 persen), 26 Lembaga Negara & Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (63 persen), 22 Pemerintah Provinsi (64 persen), dan 4 Partai Politik (44 persen).
Mengingat masih tingginya jumlah PTN yang dinilai "kurang" dan "tidak informatif", Handoko mengimbau kementerian terkait, seperti Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Kementerian BUMN, untuk mengingatkan rektor dan direktur utama BUMN agar lebih serius dalam melaksanakan Keterbukaan Informasi.
Pada kesempatan yang sama, Komisi Informasi Pusat juga memberikan penghargaan Arkaya Wiwarta Prajanugraha kepada tiga BP terbaik, yaitu Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Universitas Negeri Malang (UM), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Penghargaan ini diberikan sebagai apresiasi atas komitmen, prakarsa, konsistensi dan inovasi mereka dalam menjalankan keterbukaan informasi publik. (tp/pt)